Imam Syafi'i Selasa, 22 Maret 2011


Kebanyakan manusia takut terjatuh ke dalam kemiskinan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk menghindarinya. Mereka begitu sedih dan berduka cita ketika mengalami kekurangan harta. Bahkan sampai-sampai di antara mereka ada yang menukar agamanya hanya untuk mendapatkan sebagian harta benda duniawi. Seperti datang ke dukun, paranormal dan yang sejenisnya untuk meminta jimat, jampi-jampi dan sejenisnya kepada mereka. Atau memelihara/meminta bantuan makhluk halus (baca:jin) dalam rangka mendapat kekayaan. Dengan ini mereka telah menjual aqidah dan agamanya dengan kesenangan duniawi yang rendah dan sesaat. Nas`alullaahas salaamah wal 'aafiyah.

Kebanyakan manusia takut terjatuh ke dalam kemiskinan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk menghindarinya. Mereka begitu sedih dan berduka cita ketika mengalami kekurangan harta. Bahkan sampai-sampai di antara mereka ada yang menukar agamanya hanya untuk mendapatkan sebagian harta benda duniawi. Seperti datang ke dukun, paranormal dan yang sejenisnya untuk meminta jimat, jampi-jampi dan sejenisnya kepada mereka. Atau memelihara/meminta bantuan makhluk halus (baca:jin) dalam rangka mendapat kekayaan. Dengan ini mereka telah menjual aqidah dan agamanya dengan kesenangan duniawi yang rendah dan sesaat. Nas`alullaahas salaamah wal 'aafiyah.

Benarkah kemiskinan yang perlu kita takutkan? 

Benarkah kemiskinan yang dikhawatirkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atas ummatnya?


عَنْ عَمْرو بْنِ عَوْفٍ الأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ بَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ إِلَى الْبَحْرَيْنِ يَأْتِي بِجِزْيَتِهَا، فَقَدِمَ بِمَالٍ مِنَ الْبَحْرَيْنِ، فَسَمِعَتِ الأَنْصَارُ بِقُدُوْمِ أَبِي عُبَيْدَةَ، فَوَافَوْا صَلاَةَ الْفَجْرِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ، اِنْصَرَفَ، فَتَعَرَّضُوْا لَهُ، فَتَبَسَّمَ رَسُوْلُ اللهِ حِيْنَ رَآهُمْ، ثُمَّ قَالَ: ((أَظُنُّكُمْ سَمِعْتُمْ أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَدِمَ بِشَيْءٍ مِنَ الْبَحْرَيْنِ)) فَقَالُوْا: أَجَل يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَقَالَ: ((أَبْشِرُوْا وَأَمِّلُوْا مَا يَسُرُّكُمْ، فَوَاللهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ))
Dari 'Amr bin 'Auf Al-Anshariy radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus Abu 'Ubaidah Ibnul Jarrah radhiyallahu 'anhu ke negeri Bahrain untuk mengambil upeti dari penduduknya (karena kebanyakan mereka adalah Majusi �pent). Lalu dia kembali dari Bahrain dengan membawa harta. 

Maka orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu 'Ubaidah. Lalu mereka bersegera menuju masjid untuk melaksanakan shalat shubuh bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai shalat beliau pun berpaling (menghadap ke arah mereka). Lalu mereka menampakkan keinginannya terhadap apa yang dibawa Abu 'Ubaidah dalam keadaan mereka butuh kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun tersenyum ketika melihat mereka.

Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku menduga kalian telah mendengar bahwa Abu 'Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu (harta) dari Bahrain." Maka mereka menjawab, "Tentu Ya Rasulullah." Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya. Kemudian dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka." (HR. Al-Bukhariy no.3158 dan Muslim no.2961)


Jangan Takut dengan Kemiskinan!

Ketika Abu 'Ubaidah kembali dengan membawa harta dari negeri Bahrain, terdengarlah hal ini oleh orang-orang Anshar. Lalu mereka pun bersegera mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melaksanakan shalat shubuh. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai shalat, mereka menampakkan keinginannya terhadap apa yang dibawa Abu 'Ubaidah dalam keadaan mereka butuh kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun tersenyum yakni tertawa tanpa mengeluarkan suara. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tersenyum karena mereka datang dalam keadaan mengharapkan harta.

Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku menduga kalian telah mendengar bahwa Abu 'Ubaidah telah datang dengan membawa sesuatu (harta) dari Bahrain." Maka mereka menjawab, "Tentu Ya Rasulullah." Yakni kami telah mendengarnya dan kami sengaja datang untuk mendapatkan bagian kami.

Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bergembiralah dan harapkanlah apa-apa yang akan menyenangkan kalian. Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian."

Berarti kemiskinan bukanlah yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atas kita.

Bahkan kadang-kadang kemiskinan bisa menjadi kebaikan bagi seseorang ketika dia bersabar dan tetap taat kepada Allah ? dalam kemiskinannya tersebut.

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian." Yakni aku tidak mengkhawatirkan kemiskinan atas kalian.
Karena sesungguhnya orang yang miskin secara umum lebih dekat kepada kebenaran daripada orang yang kaya.

Perhatikanlah oleh kalian keadaan para rasul! Siapakah yang mendustakan mereka? Yang mendustakan mereka adalah para pembesar kaumnya, orang-orang yang paling jeleknya dan orang-orang kaya. Dan sebaliknya, kebanyakan yang mengikuti mereka adalah orang-orang miskin. Sampai pun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kebanyakan yang mengikuti beliau adalah orang-orang miskin.

Maka kemiskinan bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Jangan sampai kita takut miskin atau tidak bisa makan. Jangan sampai selalu terbetik dalam hati kita, "Besok kita makan apa?" Jangan khawatir! Yang penting kita berusaha mencari rizki dengan cara yang halal, berdo'a dan bertawakkal kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah telah menjamin rizki seluruh makhluk-Nya.


وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

"Dan tidak ada suatu yang melata pun (yakni manusia dan hewan) di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya." (Huud:6)

Bahkan sesuatu yang harus kita khawatirkan adalah ketika dibentangkan dunia kepada kita. Yakni ketika kita diuji dengan banyaknya harta benda. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Akan tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya. Kemudian dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka."

Menghancurkan kalian artinya menghilangkan agama kalian yakni dikarenakan dunia, kalian menjadi lalai dan meninggalkan ketaatan kepada Allah.



Bahayanya Dunia bagi Seorang Muslim

Dunia sangat berbahaya bagi seorang muslim. Inilah kenyataannya. Lihatlah keadaan orang-orang di sekitar kita. Ketika mereka lebih dekat kepada kemiskinan (yakni dalam keadaan miskin), mereka lebih bertakwa kepada Allah dan lebih khusyu'. Rajin shalat berjama'ah di masjid, menghadiri majelis 'ilmu dan lain-lain. Namun, ketika banyak hartanya, mereka semakin lalai dan semakin berpaling dari jalan Allah. Dan muncullah sikap melampaui batas dari mereka.

Akhirnya, sekarang manusia menjadi orang-orang yang selalu merindukan keindahan dunia dan perhiasannya: mobil, rumah, tempat tidur, pakaian dan lain-lainnya. Dengan ini semuanya, mereka saling membanggakan diri antara satu dengan lainnya. Dan mereka berpaling dari amalan-amalan yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.

Jadilah majalah-majalah, koran-koran dan media lainnya tidaklah membicarakan kecuali tentang kemegahan dunia dan apa-apa yang berkaitan dengannya. Dan mereka berpaling dari akhirat, sehingga rusaklah manusia kecuali orang-orang yang Allah kehendaki.

Maka kesimpulannya, bahwasanya dunia ketika dibukakan �kita memohon kepada Allah agar menyelamatkan kami dan kalian dari kejelekannya- maka dunia itu akan membawa kejelekan dan akan menjadikan manusia melampaui batas.


كَلاَّ إِنَّ الإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى

"Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup." (Al-'Alaq:6-7)

Dan sungguh Fir'aun telah berkata kepada kaumnya,


يَاقَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلاَ تُبْصِرُونَ

"Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kalian tidak melihat(nya)?" (Az-Zukhruf:51)

Fir'aun berbangga dengan dunia. Oleh karena itulah, maka dunia adalah sesuatu yang sangat berbahaya.

Hadits di atas mirip dengan hadits berikut:


عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: جَلَسَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ، فَقَالَ: ((إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِي مَا يُفْتَحُ عَلَيْكُمْ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا وَزِيْنَتِهَا))

Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya di antara yang paling aku takutkan atas kalian sepeninggalku adalah ketika dibukakan atas kalian keindahan dunia dan perhiasannya." (HR. Al-Bukhariy no.1465 dan Muslim no.1052)

 

Dunia Itu Manis dan Hijau


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang keadaan dunia sekaligus memperingatkan ummatnya dari fitnahnya.


عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: ((إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ))

Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kalian pemimpin padanya. Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian. Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita." (HR. Muslim no.2742)

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau." Yakni manis rasanya dan hijau pemandangannya, memikat dan menggoda. Karena sesuatu itu apabila keadaannya manis dan sedap dipandang mata, maka dia akan menggoda manusia. Demikian juga dunia, dia manis dan hijau sehingga akan menggoda manusia.

Akan tetapi beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga menyatakan, "Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kalian pemimpin padanya." Yakni Dia menjadikan kalian pemimpin-pemimpin padanya, sebagian kalian menggantikan sebagian yang lainnya dan sebagian kalian mewarisi sebagian yang lainnya.

"Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian." Apakah kalian mengutamakan dunia atau akhirat? Karena inilah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan, "Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita."



Harta dan Kekayaan yang Bermanfaat


Akan tetapi apabila Allah memberikan kekayaan kepada seseorang, lalu kekayaannya tersebut membantunya untuk taat kepada Allah, dia infakkan hartanya di jalan kebenaran dan di jalan Allah, maka jadilah dunia itu sebagai kebaikan.

Kita semua tidak bisa lepas dari dunia secara keseluruhan. Kita butuh tempat tinggal/rumah, kendaraan, pakaian dan lain sebagainya. Bahkan kalau benda-benda tadi kita gunakan untuk membantu ketaatan kepada Allah niscaya kita mendapatkan pahala. Sebagai contohnya adalah kendaraan. Kita gunakan untuk menghadiri majelis 'ilmu atau kegiatan lainnya yang bermanfaat. Bahkan kita pun bisa mengajak teman-teman ikut bersama kita. Dengan menggunakan kendaraan sendiri kita bisa menghindari kemaksiatan seperti ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram) dan lainnya.

Akan tetapi jangan sampai kendaraan ataupun harta benda duniawi menjadikan kita bangga, sombong sehingga akhirnya merendahkan dan meremehkan orang lain. Jadikan harta tersebut sebagai alat bantu untuk taat kepada Allah yang dengannya kita bisa menjadi orang yang bersyukur.

Bahkan sebagian 'ulama mewajibkan untuk memiliki kendaraan pribadi. Dengan kendaraan tersebut seorang muslim akan terhindar dari ikhtilath dan kemaksiatan lainnya. Sedangkan menghindari maksiat adalah wajib. Sementara di dalam kaidah ushul fiqh disebutkan, "Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu adalah wajib."

Akan tetapi tentunya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jangan sampai karena ingin mendapatkan kendaraan, dia mati-matian mencari harta siang dan malam. Yang terbenak dalam otaknya adalah uang, uang dan uang. Sehingga lupa berdzikir kepada Allah, mempelajari agamanya, menghadiri majelis ilmu, shalat berjama'ah dan ketaatan lainnya.

Ingatlah selalu firman Allah subhanahu wa ta'ala,


فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

"Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian." (At-Taghaabun:16)


لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Al-Baqarah:286)

Oleh karena itulah, keadaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan pada keridhaan-Nya seperti kedudukan orang 'alim yang telah Allah berikan hikmah dan ilmu kepadanya, yang mengajarkan ilmunya kepada manusia.
Maka di sana ada perbedaan antara orang yang rakus/ambisi terhadap dunia dan berpaling dari akhirat dengan orang yang Allah berikan kekayaan yang digunakannya untuk mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat dan dia infakkan di jalan Allah.


رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." (Al-Baqarah:201)
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala selalu membimbing kita untuk mengamalkan apa-apa yang dicintai dan diridhai-Nya serta memperbaiki urusan-urusan kita. Aamiin. Wallaahu A'lam.




Maraaji': Syarh Riyaadhish Shaalihiin 2/186-189, Maktabah Ash-Shafaa; dan Bahjatun Naazhiriin 1/528, Daar Ibnil Jauziy.

Imam Syafi'i Senin, 21 Maret 2011

Mengapa tauhid didahulukan? Karena ini merupakan manhajnya Allah, yang disyariatkan kepada segenap para Nabi ‘alaihimushalatu wassalam. Tak seorang Rasulpun yang mendakwahi umatnya melainkan mengawalinya dengan tauhid, walaupun dakwah-dakwah mereka (disamping dakwah tauhid) mencakup semua kebaikan bagi manusia. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya tidak ada seorang nabipun sebelumku melaikan wajib baginya untuk menunjukkan kebaikan yang dia ketahui kepada ummatnya dan memperingatkan mereka dari kejelekan yang dia ketahui.” (Riwayat Muslim di dalam Kitabul Imarah, Bab Wujubul Wafa’ bi Bai’atil Awal fal Awal no: 1844 dan selainnya)
Maka para Nabi membawa setiap kebahagiaan dan perkara yang membahagiakan manusia, akan tetapi mereka memulai dari perkara yang terpenting, kemudian perkara penting berikutnya.
Barangsiapa memperhatikan Al Qur’an, niscaya dia akan melihat bahwa dakwah setiap Nabi memiliki kesamaan yang sangat erat dalam permasalahan pokok yang agung; diantaranya (kesamaan dalam masalah, ed.) tauhid, penetapan tentang kenabian, penetapan adanya hari kebangkitan dan pembalasan.
Namun inti tema dakwah mereka dan menjadi sebab pergolakan antara mereka dengan umatnya adalah tauhid, yaitu tauhidul ibadah (mengesakan ibadah hanya kepada Allah). Karena tidak akan engkau lihat di dalam Al Qur’an, pertentangan antara nabi dengan ummatnya dalam perkara Tauhid Rubiyyah (keyakinan bahwa hanya Allah sebagai pencipta, pemberi rezki dan pengatur alam semesta) dan Tauhid Asma’ wa Sifat. Tiada keraguan sedikitpun bahwa mereka mendustakan dan mengingkari hari kebangkitan, akan tetapi yang sangat mereka dustakan adalah dakwah kepada pemurnian agama hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Maka engkau lihat ini adalah dakwah seluruh para Nabi.
Sebagaimana Allah terangkan dalam kitab-Nya, perkara yang didahulukan oleh para Nabi adalah memperbaiki Tauhid, memperbaiki kekurangan pada Tauhidul Ibadah. Karena yang dilakukan pertamakali oleh Syaitan ketika merencanakan tipu dayanya kepada bani Adam –setelah dia mengatur tipu dayanya kepada Adam dengan menjerumuskannya memakan buah pohon (di surga)- adalah tipu daya dalam perkara Tauhidul Ibadah.
Dikala syetan membujuk kaum Nuh ‘alaihissalam agar menggantungkan gambar orang-orang shaleh dan membuat patung-patung mereka, maka merekapun melakukannya. Tatkala generasi (pertama) yang mengenal orang-orang shaleh itu teah tiada, syetan datang kepada mereka pada kesempatan yang lain seraya berkata: “Tidaklah ditancapkan patung orang-orang shaleh ini melainkan untuk diibadahi.”
Nuh ‘alaihissalam senantiasa mendakwahi kaumnya selama 950 tahun, sebagaimana Allah kisahkan dalam kitab-Nya yang mulia. Jadilah kaum Nuh sebagai kaum yang jelek, paling dhalim dan paling melempaui batas. Nuh ‘alaihissalam mendakwahi kaumnya selama 950 tahun namun tidaklah beriman kepadanya kecuali sedikit. Berapa banyak generasi dan abad yang telah dilalui oleh Nuh? Sembilan ratus lima puluh tahun. Toh demikian tidaklah menambah mereka kecuali penentangan dan kesombongan. Maka Nuh mendoakan kejelekan, sehingga Allah Tabaraka wa Ta’ala membinasakan mereka. Dan Allah mengeluarkan dari anak cucu Nuh, berupa anak cucu yang tunduk kepada Allah. Namun syetan menyambar mereka dengan sangat cepat, kemudian menjerumus-kan mereka ke dalam lumpur kesyirikan terhadap Allah ‘azza wa jalla.
Demikianlah. Setiapkali datang seorang Nabi, yang dengan diutusnya Nabi tersebut Allah selamatkan Bani Adam, maka tidaklah waktu berlalu sebentar saja kecuali syetan akan datang dan mengelabui dengan tipudaya seperti yang dilakukan terdadap kaum Nuh. Syetan akan senantiasa melancarkan tipudaya ini sampai hari kiamat.
Maka sepantasnya bagi siapapun yang siap berdakwah kepada Allah ‘azza wa jalla agar menjadikan dakwahnya seperti dakwahnya para Nabi ‘alaihimussalatu wassalam disaat menghadapi berbagai tipudaya syetan terhadap bani Adam ini, yaitu dengan caranya para Rasul. Hadapilah beragam tipudaya ini dengan mengawalinya melalui perbaikan Tauhid Masyarakat, baik masyarakat Islam atau non Islam, karena telah terdapat penyelewengan yang sangat jauh dalam perkara (tauhid) ini.
Da’i yang ikhlas, yang ingin menelusuri jejak para Nabi dan ingin memperbaiki keadaan umat dengan perbaikan yang benar, yang pertama harus dia obati adalah penyelewengan dalam perkara tauhid. Apabila engkau melihat seorang da’i berjalan di atas petunjuk dan bimbingan. Dan apabila engkau melihat ada seorang da’i berbelok ke kanan, ke politik, atau ke yang lainnya, maka tidak ragu bahwa orang ini berada dalam kebimbangan. Tidak ragu lagi, dia melenceng dari dakwah yang disyariatkan dan diwajibkan oleh Allah terhadap seluruh Nabi, mulai Nabi yang pertama hingga Nabi yang terakhir. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rasul (agar menyerukan:) beribadahlah kepada Allah dan Jauhilah Thagut.” (An Nahl: 36)
Apakah yang dimaksud dengan thagut di ayat ini? Karena saat ini ada yang memaknakan thogut pada ayat ini berbeda dengan makna thogut yang dimaukan oleh Al Qur’an.
“Jauhilah togut” adalah: (Jauhilah) peribadahan kepada berhala-berhala dan jauhilah perbuatan syirik kepada Allah ‘azza wa jalla.
Maka perbaikilah (ummat ini) dengan menghancurkan toghut-toghut dalam jiwa manusia. Setelah abik aqidah ummat manusia, maka akan baik sisi kehidupan mereka. Jika seseorang ridho Allah sebagai Rabb dan sesembahannya yang benar, dan tidak ada sesembahan yang bernar kecuali Dia, niscaya dia tidak akan tunduk kepada undang-undang timur dan barat selama-lamanya, karena ia ridho Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya. Sehinga ia akan membuang undang-undang dan peraturan-peraturan buatan manusia.
Adapun kalau engkau mengawali (perbaikan Ummat) dengan hanya memperbaiki masalah politik dan menyibukkan pemuda dengan masalah seperti ini, berarti engkau menutupkan tabir terhadap dakwah para Nabi. Ini merupakan kesalahan yang fatal yang menimpa para da’i. Yang segera mereka dapatkan –disebabkan dakwah yang seperti ini- adalah dampak negatif. Bukanlah aku orang yang- demi Allah- lebih tahu, lebih sayang, dan lebih cemburu dibandingkan Allah dan Rasul-Nya ‘alaihishshalatu wassalam dari apa yang aku kira.
Jalan untuk perbaikan ummat merupakan perkara yang sangat jelas. Ummat disetiap zaman dan ummat Islam dari abad ke abad membutuhkan perbaikan akidah, karena kerusakan pada masalah aqidah merayap kedalam tubuh kaum muslimin di setiap abad, baik dalam tauhid asma’ wa sifat –yang aku kira ummat-ummat sebelumnya tidak menyeleweng- maupun dalam hal tauhid ibadah. Apabila engkau berjalan mengelilingi negara-negara di dunia, negara manapun yang engkau jumpai, niscaya engkau akan melihat penyelewengan aqidah mereka dan melihat amalan-amalan mereka di sekeliling kuburan. Yang mana mereka seharusnya malu terhadap Yahudi, Nashara dan para penyembah patung.
Kenapa kita berpura-pura bodoh terhadap perkara ini semua, dan pergi mendidik para pemuda dengan pendidikan politik saja. Sedangkan kesyirikan di hadapan mereka. Kesyirikan yang diperangi para nabi, yang telah menghabiskan masa hidup mereka demi memerangi kesyirikan. Dan Allah membinasakan banyak ummat adalah karena (ummat tersebut) menyelisihi para nabi dalam masalah ini, bukan karena masalah politik atau yang lainnya. Allah membinasakan mereka karena menyelisihi para nabi dalam masalah ini.
Wahai para pemuda Islam, janganlah sampai kalian tertipu dengan roti politik, ambisi dan penggodanya. Hendaklah kalian memegang teguh manhaj/metode para nabi.
Sehingga engkau akan melihat, siapa saja yang memperbaiki (ummat) dengan jujur dan ikhlas, serta mengetahui Islam dengan sebenarnya, maka dia akan mengawali pengobatannya pada perkara (tauhid) ini.
Contohnya Ibnu Taimiyah, ia datang dalam keadaan lumpur khurafat dan kebid’ahan-kebid’ahan sudah mengendap di tengah-tengah ummat Islam, baik masyarakatnya maupun pemerintahnya. Maka beliau mengobati berbagai penyelewengan yang barupa kesyirikan (dalam ibadah) dan penyelewengan dalam masalah Asma’ dan sifat. Datang pula Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah tokoh dan mujaddid sejati kedua setelah Ibnu Taimiyah. Beliau memulai berdakwah seperti yang dilakukan para Nabi dan orang-orang yang melakukan perbaikan.
Sedangkan orang-orang yang membawa berbagai macam bendera dakwah ini (politik dan sebagainya), dan tidak komitmen serta tidak mengetahui perkara tauhid, tidak mengetahui bahaya syirik serta tidak mengetahui dengan jelas seluruh perkara ini, mereka mendidik dalam lingkungan yang tidak disirami aqidah. Mereka mendapati pergolakan politik yang terjadi antar partai, sehingga mereka membentuk partai-partai (baru) yang membawa misi-misi Islam (namun) tidak mengenal dakwah para nabi. Maka mereka datang seraya menerapkan politik mereka kepada para pemuda negeri tauhid (Saudi Arabia) dalam keadaan para pemudanya tidak mengetahui tauhid dan bahaya syirik. Sangat disayangkan dakwah mereka yang menyelisihi manhaj para nabi ‘alaihimushshalatu wassalam tersebar di negeri tauhid.
Demi Allah ini adalah perang pemikiran terhadap markas anak-anak tauhid. Sudah sekian tahun kita berusaha memberantasnya, agar keadaan kembali seperti semula. Akan tetapi para pemuda tertipu –sangat disayangkan- mereka terikat dengan orang-orang yang membawa lari mereka ketampat yang jauh dari kedudukan para Rasul ‘alaihimushshalatu wassalam, serta kedudukan orang-orang yang melakukan perbaikan. Wajib atas para pemuda untuk sadar dan mengatahui pentingnya tauhid.
Demi Allah kami tidak melihat adanya wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri) pada mayoritas para pemuda di atas tauhid. Engkau akan dapati mayoritas pemuda berloyalitas kepada para pemuja kuburan dan musuh tauhid serta yang memerangi para pembawa bendera tauhid dan putra-putra tauhid. Orang-orang bodoh itu tidak mengerti tentang tauhidullah dan dakwah para nabi, serta tidak mengetahui kedudukan dakwah ini. Tatkala ingris mendirikan partai-partai di negeri barat dan negeri-negeri kaum muslimin, barupa partai ba’ts, komunis, sosialis dan sebagainya. Maka berkatalah mereka para “Politikus Islam”: “Kita harus membentuk partai-partai politik.” Dan mereka masuk ke pergolakan antar parpol dan pemerintah. Seluruhnya berkisar pergolakan politik, sedangkan Islam, Islam dan Islam hanya sebagai simbol saja. Mereka mendapati sekulerisme, komunisme, ba’tsi terpampang di negeri-negeri Islam, sehingga mereka mengatakan: “Kita mengangkat syiar-syiar Islam,” maka merekapun mengangkat syiar-syiar Islam namun kosong isinya. Demi Allah kosong dan mati, karena kosong dari perhatian terhadap tauhid serta permusuhan terhadap syirik.
Maka engkau akan melihat sumber-sumber dakwah seperti ini, yang memerangi negeri ini, terlumuri oleh syirik dan tidak menghasilkan perubahan sedikitpun di negeri-negeri arab. Sampai hari-hari ini telah mati pentolan-pentolan pencetus dakwah semacam ini, di atas khurafat dan kebid’ahan. Bahkan mereka pergi ke kuburan-kuburan dengan mempersembahkan nadzar-nadzar, bunga-bunga dan ruku’ kepada kuburan-kuburan ini. Syirik menurut mereka tidak berbahaya selama-lamanya, tauhid tidak ada nilainya, bahkan memandang bahwa tauhid memecah belah ummat. Kenapa putra-putri tauhid tidak memikirkan tipu daya dan petaka ini, yang membuat mereka bercerai-berai, bertikai, dan tercabik-cabik karena dakwah yang kosong (palsu) ini.
“Dan tidaklah Kami untus seorang Rasulpun sebelum engkau, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Aku. Maka ibadahilah Aku.” (Al Anbiya: 25)
La ilaha illallah menurut pengertian mereka adalah La Hakima illallah (Tidak ada hakim kecuali Allah). Perkara yang paling khusus dari kekhususan Uluhiyyah (menurut mereka) adalah tidak ada hakim kecuali Allah. Tafsir semodel ini akan membuatmu memandang kesyrikan di depanmu seakan engkau tidak melihat apa-apa. Syirik yang diperangi para Rasul akan dianggap sepele. Tafsir seperti ini adalah penyimpangan terhadap makna La ilaha illallah.
Kemudian dalam rangka tipu daya, mereka membagi tauhid menjadi empat (Tauhid Rububiyyah, Asma wa Sifat, Uluhiyyah, ditambah satu dengan Tauhid Hakimiyyah). Setelah beberapa hari berjalan, mereka menyelundupkan makna-makna yang mendasar terhadap La ilaha ilallah berupa tauhid Hakimiyyah. Pahamilah tipudaya-tipudaya politik!
La ilaha illallah maknanya adalah La ma’buda bihaqqin illallah (Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah). Apa saja ibadah itu? (Diantaranya ialah) sholat, puasa, zakat, haji, menyembelih kurban, nadzar, tawakkal, pengharapan, cinta, takut (dari adzab Allah). Ini semua hanya dipersembahkan kehadirat Allah. Tidak boleh diperuntukkan kepada selain-Nya.
Adapun tidak ada hakim kecuali Allah, maka ini tidak masuk ke dalam makna la ilaha illallah selama-lamanya. Karena makna La ilaha illallah adalah tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. ‘Abid dan ma’bud, Allah sebagai ma’bud (Yang diibadahi), sedangkan para mahluk adalah ‘abid (yang beribadah).
Ibadah adalah perbuatan para mahluk. Pahamilah ini!! Ibadah adalah perbuatan para mahluk untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dia ruku’, sujud, tunduk, menangis, bertawakkal, mengharap dan takut. Ini semua adalah sifat-sifat dan perbuatan para mahluk, bukan sifat Al Kholiq (Pencipta), Allah Maha Tinggi dari yang demikian itu. Maka jika kita mengatatakan: tidak ada hakim kecuali Allah, berarti sama maknanya dengan: Tidak ada yang menyembah kecuali Allah (La ‘abida illallah). Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari yang demikian itu. Pahamilah, ini adalah penafsiran yang bathil. Yang menjungkir balikkan kaum muslimin adalah tafsiran-tafsiran rusak terhadap La Ilaha Illallah. Demi Allah, kaum muslimin terjungkir balik dengan adanya tafsiran-tafsiran bathil dari kalangan ahlul kalam, filsafat dan selain mereka.
Mereka mengatakan La ilaha Illallah maknanya adalah La Kholika Illallah, La Raziqa Illallah, La Muhyi Illallah La Mumita Illallah: “Tidak ada Yang menciptakan kecuali Allah, Tidak ada pemberi Rezeki kecuali Allah, Tidak ada yang menghidupkan kecuali Allah, Tidak ada Yang Mematikan kecuali Allah.” Engkau akan lihat (orang yang menafsirkan La Ilaha Illallah dengan tafsiran salah tadi) dia menyembah kuburan, menyembelih kurban, nadzar dan sujud kepadanya. Dia akan berdalih:
“Wahai saudaraku, aku tidak menyembahnya. Aku tidak meyakini bahwa dia bisa menolak madhorot dan mendatangkan manfaat, karena yang menolak madhorot dan memberi manfaat adalah Allah. Aku tidak mengatakan bahwa ia Pencipta, karena aku yakin bahwa Pencipta adalah Allah.”
Akan tetapi dia tidak paham bahwa perbuatan-perbuatan yang dia lakukan untuk takarrub/ mendekatkan diri kepada orang-orang mati adalah ibadah. Amalan-amalan orang itu menafikan La Ilaha Illallah. Mereka memahami La Ilaha Illallah dengan pemahaman yang jelek, salah dan sangat jauh dari inti makna La Ilaha Illallah yang diemban oleh para Nabi. Sehingga mereka menyembelih dipersembahkan kepada selain Allah, nadzar dan istighotsah kepada selain Allah, serta mereka terjerumus di berbagai bentuk-bentuk kesyirikan, karena apa? Karena kebodohan mereka terhadap makna La Ilaha Illallah.
Lalu ketika datang perpolitikan –di masa sekarang ini- digabungkanlah makna yang baru (yakni La Ilaha Illallah) kepada tafsiran-tafsiran yang rusak diatas, maka manusia bertambah binasa.
Demi Allah, seandainya bukan karena sebab sisa-sisa kekuatan dakwah Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan manhaj Salafy –di negeri ini- niscaya sekarang engkau akan melihat penduduk negeri ini sujud kepada kuburan-kuburan. Akan tetapi inilah yang menjaga mereka. Namun sewaktu-waktu –jika tidak dipertahankan perkara ini- bisa berbahaya. Masalah ini bukan perkara remeh, sehingga kita dapat tidur, dan membiarkan orang-orang mempermainkan akal-akal para pemuda, lalu berbasa-basi serta mendiamkan mereka. Akan tetapi hendaknya kita memerangi dan memblokir penyelewengan politik ini yang digunakan untuk menghancurkan negeri ini, negeri tauhid.
Muhammad bin Abdul Wahhab, saudara-saudaranya, putra-putranya dan pembelanya telah mengorbankan segala apa yang mereka punyai untuk memperbaiki makna La ilaha illallah. Maka datanglah politik jahiliyyah ini hendak menghapus pengorbanan besar ini dan ingin meletakkan penggantinya dengan makna-makna politis dari orang-orang yang tidak mengenal dakwah para nabi, bahkan memerangi, merendahkan kedudukannya dan memalingkan manusia dari dakwah para nabi ini. Karena memang para politikus adalah para khurafiyun (ahli khurafat) dan kuburiyun (penyembah kuburan). Para politikus yang meletakkan perkara-perkara ini mayoritasnya adalah para kubury dan khurafy musuh-musuh dakwah Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. Karena itulah mereka membuat aliran-aliran yang berbahaya untuk melenyapkan dakwah ini.
Demi Allah mereka telah mengikat anak-anak negeri ini, dan telah mengerahkan kesungguhan serta makar yang tidak pernah mereka kerahkan sebelumnya diseluruh belahan dunia manapun. Engkau dapati anak-anak negeri ini menebarkan dakwah-dakwah ini ke seluruh alam dan mempersiapkan harta-harta untuk itu. Seandainya diperuntukkan di jalan Allah, niscaya akan berubah keadaan mayoritas para khurafiyin.
Demi Allah, seandainya tidak ada perang makar ini, niscaya engkau akan melihat alam islami berbeda keadaannya dengan keadaan dimana mereka hidup sekarang ini, berupa kerendahan dan kelemahan. Karena menusia lebih dahulu mengenal dakwah Imam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.
Orang-orang sunny, Rafhidhah dan ahlud dholal lainnya telah membuat makar terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab. Daulah (pemerintahan) barat dan timur telah membuat makar terhadap dakwah Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. Tidaklah mustahil, pada orang-orang yang memerangi negeri ini telah ada kesepakatan untuk memerangi dakwah ini. Kesepakatan politik Brithonia (ingris, ed.) Musuh besar dakwah tauhid ini. Di India dan Pakistan, mereka perangi dakwah ini lebih dari 100 tahun. Tidak pernah mereka memerangi dakwah manapun semisal perang yang dilancarkan kepada dakwah ini.
Oleh karena itu engkau lihat, tokoh-tokoh dakwah politik tidak ada tempat bernaung kecuali di Ingris, saling membantu memerangi negeri tauhid ini. Ingris menaungi mereka karena prinsip-prinsip politik mereka ini dan mereka mentertawakan anak-anak kita dan memperdagangkan dakwah-dakwah penuh dosa yang memerangi dakwah tauhid. Aliran-aliran dan tipu daya ini nyaris menyirnakan dakwah tauhid.
Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar kecuali Dia. Sungguh aku pernah berziarah ke Yaman 14 atau 14 tahun sebelum ini. Dinukilkan kepadaku dari salah seorang yang memerangi (dakwah ini) dia berkata:
“Sungguh aku telah melumatkan dakwah salafiyyah di tempat yang paling dalam di dalam rumahnya.”
Demikian mereka datang untuk melumatkan dakwah salafiyyah di dalam rumahnya, dan dia memandang bahwa mereka telah berhasil untuk melaksanakan target mereka.
Wahai anak-anak tauhid! Jangan sampai orang-orang khufafy dan kubury mentertawakan kalian. Demi Allah seandainya mereka mengimani tauhid dan mengimani dakwah para nabi dan mengetahuinya dengan sebenar-benarnya, niscaya mereka tidak memulai (dalam dakwah) melainkan tauhid dan memulai memperbaiki penduduknya. Karena sangat banyak sekali dari para penduduk yang tenggelam dalam kesyirikan dan kebid’ahan, dan mereka saling menopang untuk menguatkan dan mengokohkan khurafat-khurafat ini.
Pergilah ke Mesir, negeri cikal bakal dakwah Ikhwanul Muslimin. Pergilah bertepatan dengan hari raya Al Badawi, niscaya engkau akan lihat pimpinan-pimpinan Ikhwanul Muslimin ikut serta pada perayaan-perayaan syirik ini yang orang-orang yahudi sudah bosan dengan acara-acara itu. Pergilah ke Pakistan sumber dakwahnya Maududi, niscaya engkau akan lihat petaka dan berbagai bentuk kesyirikan dari kalangan pengagung berhala khurafiyin dan kuburiyin dan selain mereka. Engkau tidak akan lihat dakwah Maududi menggerakkan orang yang diam untuk memberantas kekufuran dan kesyirikan ini. Dan ia hanya –Barakallahu fik- menyibukkan manusia dengan politik.
Kemudian politik semacam ini membuat mereka saling berkoalisi dengan para komunis. Bersaudara dengan Rafidhah dan golongan-golongan syirik demi mencapai target-target politik mereka. Belum juga kita sadar, telah lewat di hadapan kita teriakan-teriakan, dakwah-dakwah dan peringatan-peringatan, namun hal itu tidak menambahn mayoritas kita melainkan kesombongan dan lari karena bangga dengan khurafat dan kebathilan yang dipunyai orang-orang ini.
Bacalah tafsiran-tafsiran mereka terhadap Li ilaha illallah, dengan makna “Tidak ada pencipta, tidak ada pemberi rezeki, tidak ada yang wujud, tidak ada yang menerangkan dan tidak ada yang menetapkan dan menambahkan, tidak ada yang behukum kecuali Allah.” Sehingga bertambah jauhlah manusia dari mentauhidkan Allah dan dari dakwah para Nabi ‘alaihimushshalatu wassalam. Oleh sebab itulah mereka meremehkan tauhid dan setengah jam untuk mempelajari tauhid, 10 menit cukup untuk Tauhid. Semua ini memalingkan manusia dari Tauhid dan menganggap enteng bahkan merendahkannya. Permainan apa ini? Da’i besar yang menyeru kepada kesesatan dan penyelewengan politik ini mereka juluki da’i dakwah para nabi. Dan Allah mensucikan mereka (para nabi) dari sangkaan mereka. Sedangkan da’i tauhid mereka juluki para budak dan jasus (intel). Subhanallah! Para da’i Tauhid mereka juluki dengan pembantu dan jasus?!
Tuduhan-tuduhan ini muncul dari para komunis dan sekuleris di negeri-negeri lain pada masa penjajahan Ingris dan mereka tularkan ke negeri-negeri tauhid sampai ke para Ulama Tauhid. Maka para Ulama Tauhid (menurut mereka0 sebagai para Jasus (intel) dan para buruh. Dan pemerintahnya adalah kafir. Pemerintahan Islam yang menerapkan Kitabullah dan Sunnah Ar Rasul shallallahu’alaihi wa sallam mereka anggap kafir dan dibidik dari setiap tempat. Seandainya Saddam, Khumaini dan Musuh apapun datang untuk memerangi negeri ini, niscaya mereka berdiri disampingnya. Kenapa? Karena mereka bodoh tentang Tauhid, masakin (orang-orang yang perlu dikasihani)! Mereka tidak mengenal kedudukan Tauhid.
Ya Akhi (wahai saudaraku)! Tauhid yang dipelajari di SD, SMP, SMA dan Universitasmu adalah nikmat yang agung. Ya Akhi, saat ini yang seperti itu (kecuali disini, ed.) tidak didapati di seluruh dunia dan juga penghormatan terhadap para Ulama Tauhid. Ya Akhi apa yang engkau inginkan? Ya akhi, demi Allah ada kesalahan-kesalahan penguasa negeri ini maka benarkanlah dengan lemah lembut.
Adapun kalau engkau anggap mereka kafir lantas memerangi mereka. Sedangkan orang (ulama) yang menasehati mereka (para penguasa) dan berhubungan dengan mereka engkau anggap sebagai buruh dan intel. Ya Allah! Ini adalah kebinasaan demi Rabb langit. Demi Allah ini adalah tipu daya para musuh Allah. Mereka ambil anak-anak ingusan yang masih di gendongan para ibu mereka, kemudian menanamkan pemikiran-pemikiran jelek dan kotor yang meremehkan tauhid dan orang-orangnya. Demi Allah, sesungguhnya kami tahu bahwa mereka yang memerangi (negeri ini) mendatangkan seorang yang miskin (dunia dan akhertnya) ini dari rusia, pertama kali yangmereka ajarkan kepadanya adalah mencela ulama dan mengkafirkan pemerintahan negeri ini. Dia (seorang miskin ini) datang dalam keadaan tidak mengetahui Tauhid, pokok-pokok Islam dan tidak pul cabang-cabangnya. Awal mula yang mereka ajarkan adalah menanamkan kebencian terhadap akidah tauhid dan orang-orangnya. Semua ini tipudaya. Sekarang, siapakah yang memahami ucapan ini? Di sana ada orang-orang yang tidak memahami ucapan ini. Wahai saudara-saudaraku, pelajarilah dan perhatikanlah dakwah para nabi, pelajarilah Al Qur’an.
Aku mencukupkan sekian dalam pembahasan tauhidul ibadah. Aku menginginkan kalian untuk membaca AL Qur’an. Al Qur’an penuh berisi pengagungan terhadap Allah ‘azza wa jalla. Seluruh pengagungan ini membimbingmu untuk beribadah hanya kepada Allah, membimbingmu untuk mengerti makna La ilaha illallah dengan sebenar-benarnya sehingga engkau akan memuliakannya.
Ayat-ayat Al Qur’an ini dan ayat-ayat-Nya yang kauni (yaitu berupa para makhluk) dibawakan Allah untuk menerangkan kemuliaan dan keagungan-Nya. Seluruh ayat itu bertujuan agar engkau mengibadahi-Nya dengan Tauhid Ibadah (memurnikan Ibadah. Seluruh dalil-dalil dan bukti-bukti ini adalah bantahan bagi orang yang melenceng dari Tauhidul Ibadah. Inilah dalil-dalil dan bukti-buktinya, bacalah firman Allah ‘azza wa jalla:
“Wahai manusia Ibadahilah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (Al Baqarah: 21)
Kemudian Dia membawakan dalil-dalil untuk menerangkan bahwasanya Allah adalah satu-satunya sesembahan Yang Haq, yang mengharuskanmu untuk mengibadahinya saja. Dia membawakan dalil-dalil dan menerangkan bahwasanya Dialah yang mencurahkan nikmat-nikmat kepadamu dan kepada manusia.
(“Ibadahilah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian”).
Dialah yang menciptakanmu dari air mani kemudian dari ‘alaqah, lantas memberikanmu pendengaran dan penglihatan serta akal.
(“Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.”)
(“Yang telah menjadikan bagi kalian bumi sebagai hamparan.”
Ya Allah!
“Dan langit sebagai atap dan menurunkan dari langit air, maka keluarlah dengan air itu berbagai buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian, maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu dalam keadaan kalian mengetahui (itu semua).” (Al Baqarah: 22)
Demi Allah seandainya engkau sodorkan ayat ini kepada mereka –orang-orang kafir-, niscaya mereka akan mengatakan kepadamu, “Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Pencipta dan Pemberi Rezeki.” Semua orang memahami ucapan ini, akan tetapi mayoritas mereka menentang dan enggan untuk berpegang teguh terhadap tauhidul ibadah, yang dengannya diutus seluruh para Nabi. “Dan Kami turunkan dari langit air, maka keluarlah dengan air itu berbagai macam buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian.” Berapa banyak nikmat dengan sebab turunnya air hujan, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan, yang engkau hidup dan berlalu dengan menikmatinya, lalu engkau pergi menyembah selain-Nya.
Sekarang seorang muslim hidup di tengah berbagai kenikmatan ini, namun dia mendatangi dan tunduk kepada badawi dan menjadikannya sebagai sekutu bagi Allah, kepada Rifa’i, ‘Abdul Qadir, Si Fulan dan Si Fulan. Engkau dapati dia terjerumus kepada syirik dalam ibadah dan Rububiyyah sehingga meyakini bahwa para wali mengetahui perkara ghaib dan mempunyai pengaruh terhadap alam semesta.
Keyakinan semacam ini tidaklah bercokol pada benak pikiran Abu Lahab dan Abu Jahal, kok bisa-bisanya masuk kepada kaum Muslimin? Yang memasukkannya adalah para zindik. Karena tidak ada agama yang lebih dihinakan dibanding semua agama oleh Yahudi, Nasrani, Majusi dan penyembah berhala daripada agama yang dibawa oleh Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Maka tidaklah mereka ini dengki terhadap suatu ajakan yang melebihi kedengkiannya terhadap ajaran Islam. Mulailah orang-orang Majusi, Yahudi, orang-orang zindik dari kalangan Yahudi dan Nashara serta selain mereka membuat makar terhadap Islam. Mereka mendatangi kaum muslimin dengan membawa akidah-akidah keberhalaan –na’udzubillah- terkadang keyakinan itu lebih parah dari apa yang ada pada penyembah berhala. Berupa keyakinan bahwa pra wali mengetahui perkara ghaib dan mengatur alam semesta.
Apabila engkau membaca biografi ‘Abdul Qadir –yang ada pada orang-orang sesat itu- engkau akan dapati dia lebih agung daripada Allah ‘azza wa jalla. Dan apabila engkau baca biografi Badawi dan Rifa’i, engkau akan dapati keduanya lebih agung dari Allah ‘azza wa jalla. Maha Tinggi dan Maha Besar Allah dari apa yang dinyatakan orang-orang yang dzolim. Dari mana keyakinan tersebut datang? Datang dari bisikan para zindik dari kalangan Yahudi dan Nashara. Dan juga karena ahlul kalam dan para filosof memalingkan kaum Muslimin dari makna la ilaha illallah, serta mekna-makna tauhid. Dongeng-dongeng ini laris yang terkadang orang-orang Yahudi dan Nasrani meremehkannya, demi Allah laris di tengah-tengah para khurafy.
Kemudian yang semisal dengan ayat-ayat ini, firman Allah ‘azza wa jalla:
 “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 190)
“Orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan dalam keadaan meletakkan lambung-lambung mereka dan memikirkan penciptaan langit serta bumi (seraya mengatakan): Wahai Rabb kami, tidaklah Engkau ciptakan ini sia-sia, Maha Suci Engkau dan jangalah kami dari adzab neraka.” (Ali Imran: 191)
Banyak ayat yang menerangkan keagungan Allah dan bahwasanya Dia sajalah yang berhak untuk diibadahi. Karena apa yang engkau lihat baik di atas, di bawah, di kanan, dan kirimu berupa gunung-gunung, langit-langit, bintang-bintang, planet-planet, seluruhnya adalah ciptaan Allah dan diatur oleh-Nya. Allah tundukkan semuanya untuk membantumu agar engkau memurnikan ibadah, yang tujuan Allah menciptakanmu adalah untuk itu (ibadah).
“Allah datangkan setiap apa yang kalian minta dan jika kalian hitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kalian tidak mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat dhalim dan kufur.” (Ibrahim: 34)
Allah membawakan kepadamu ayat-ayat dan bukti-bukti ini, namun engkau masih saja bingung di kegelapan kejahilan, lantas datang seorang yang mulhid (menyeleweng keyakinannya), zindik dan politikus, panipu untuk memalingkanmu dari dakwah tauhid. Akhirnya engkau mengekor di belakangnya.
Saudara-saudara perhatikan Al Qur’an dan tadaburilah! Al  Qur’an memupuk keimanan, Al Qur’an menebar kateuhidan. Jika engkau memahami Al Qur’an, niscaya engkau akan menjadi pengikut para Rasul dalam agama, akidah dan manhaj mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Allah telah mensyariatkan bagi kalian agama, sebagaimana yang telah Allah wasiatkan kepada Nuh dan yang Kami wahyukan kepadamu serta apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa dan Isa agar kalian menegakkan agama dan janganlah bercerai-berai padanya.” (Asy Syura: 13)
Agama adalah tauhid. Tagakkanlah tauhid ini. Apabila engkau telah menegakkan tauhid, berarti akan lurus segala sesuatu yang ada pada dirimu. Dan apabila engkau memuliakan tauhid, wala (loyalitas), dan bara’ (berlepas diri) di atasnya, maka akan lurus segala sesuatu yang ada pada dirimu. Janganlah engkau letakkan tauhid di keranjang sampah dan wala’ dan bara’ di atas selainnya.
Aku mengetahui mayoritas manusia mengetahui tauhid namun dengan pengertian yang campur baur, sehingga dicampakkan di kotak sampah. Sehingga dia berloyalitas dan benci di atas dasar selain tauhid. Yang demikian tidaklah benar, karena Al Wala’ dan Al Bara’ haruslah berdiri di atas tauhid.
“Sungguh telah ada bagi kalian suri tauladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya tatkala mereka berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah dari selain Allah. Kami mengingkari kalian dan telah tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kalian beriman hanya kepada Allah.” (Al Mumtahanah: 4)
“Engkau tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling cinta kepada para penentang Allah dan Rasul-Nya, walaupun mereka bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau keluarga mereka. Mereka itulah yang (Allah) ukir dalam hati-hati mereka keimanan, dan Allah tolong dengan ruh (bantuan) dari-Nya. Allah masukkan mereka kedalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, merekapun ridha terhadap Allah. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah golongan Allah lah yang mendapatkan keberuntungan.” (Al Mujadalah: 22)
Hal ini tidak akan dicapai oleh orang yang meremehkan dan mencela tauhid, berwala’ dan bara’ di atas pemikiran-pemikiran politik yang menyimpang. Pensifatan ini tidak diberikan kepada mereka, namun diberikan kepada mereka yang mengimani tauhid dengan sebenarnya, memuliakan tauhid, sehingga dia berwala’ dan bara’ karena tauhid ini.
Demi Allah wala’ dan bara’ pada mayoritas manusia –saat ini- bukan diatas tauhid. Wala’ dan Bara’ bukan karena akidah, namun wala’ dan bara’, karena si fulan dan si fulan. Sedangkan si fulan dan si fulan manusia yang paling sesat dari agama Allah dan dari makna La ilaha Illallah. Loyalitas karena si fulan dan si fulan adalah petaka. Ini merupakan kehancuran yang menimpa ummat. Wahai para pemuda negeri ini, wahai para pemuda muslim di setiap tempat, kenalilah dakwah dan manhaj para Rasul. Ketahuilah bahwa perkaranya bukanlah kita diminta untuk memilih, namun ini adalah kewajiban yang sudah paten bagi setiap orang yang menyeru kepada-Nya dengan jujur, agar ia mengawali dakwahnya dengan dakwah menyeru kepada tauhid.
Buktinya: Allah mensyariatkan manhaj (metode) ini bagi seluruh rasul dari yang paling awal hingga yang paling akhir. Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam memulai dakwah tauhid 13 tahun lamanya. (Selama itu) beliau tidak menyerukan syariat-syariat lain. Belum disyariatkan shalat –rukun Islam terpenting- melaikan sesaat sebelum hijrah. Zakat tidak disyariatkan melainkan di era madinah, yang menunjukkan pentingnya tauhid, karena ia sebagai pondasi. Ar Rasul shallallahu’alaihi wa sallam tidak bergeser sehelai rambut pun ketika para musyrikin Quraisy mendatanginya yang sanggup memenuhi apapun permintaannya.
Beliau menginginkan kekuasaan? Mereka penuhi. Mau wanita Quraisy tercantik? Mereka nikahkan. Mau harta? Mereka beri. Namun beliau berkata: “Aku tidak menginginkan dari kalian kecuali (dakwah) ini.” Beliau membaiat manusia dan berjihad di atas tauhid, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat La ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan hal itu, maka terlindungi dariku darah-darah dan harta-harta mereka.”
Makna La ilaha illallah bukanlah “Tidak ada hakim kecuali Allah”! Namun (yang benar adalah) “Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tetap memusatkan dakwahnya pada syahadat La ilaha illallah. Bahkan ketika fitnah kemurtadan muncul, Umar tidak mendapati argumen/ hujjah untuk menghalangi Abu Bakar yang memerangi mereka (orang-orang murtad), kecuali dengan ucapannya:
“Bagaimana kita memerangi suatu kaum yang mengucapkan La ilaha illallah? Sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat La ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah.”
Dan Abu Bakar hanya menghafal kalimat ini juga karena sering kalinya ‘alaihisshalatu wassalam mengulang-ulanginya dan memfokuskan dakwah tauhid. Kemudian Abu Hurairah dan Jabir mendengar kesempurnaan hadits tersbut, shalat dan zakat sampai akhir hadits. Adapun Abu Bakar dan Umar tidaklah mendengar (kelanjutannya). Demi Allah seandainya keduanya mendengar, niscaya Umar tidak menghalangi Abu Bakar dan pasti Abu Bakar menjawabnya dengan sisa penggalan hadits tersebutradhiyallahu’anhum jami’an. Ini diantara dalil bahwa seorang yang alim besar dan mulia terkadang ada yang luput dari suatu ilmu yang ilmu itu diketahui oleh orang yang lebih rendah kedudukannya daripada dia –hal ini ada- barokallahu fikum.
Diantara ayat-ayat yang menunjukkan tentang keagungan Allah Tabaraka wa ta’ala, bahwa segala sesuatu mengagunggan Allah. Dia ‘azza wa jalla berfirman:
“Tidaklah dari sesuatupun melainkan bertasbih dan memuji-Nya.” (Al Isra: 44)
Dan berfirman:
“Tidakkah engkau melihat apa yang ada dilangit-langit dan bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, ginung-gunung, pepohonan, binatang-binatang melata dan banyak dari manusia sujud kepada Allah? Dan banyak dari manusia telah ditentukan adzab atasnya. Dan barangsiapa yang Allah hinakan, maka tiada seorangpun yang  memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al Hajj: 18)
Segala sesuatu tunduk kepada Allah, segala sesuatu bertasbih kepada-Nya dengan rela ataupun tidak. Seorang kafir rendahpun tundu kepada Allah tabaroka wa ta’ala. Allah ciptakan dia sesuai dengan kehendak-Nya. Allah jadikan dia seorang fakir, kaya, sakit, sehat dan celaka. Allah perbuat padanya sesuai kehendak-Nya. Maka ia dari sisi ini tunduk kepada-Nya. Maka ia dari sisi ini tunduk kepada Allah, membenarkan Allah, baik dalam keadaan mau ataupun enggan. Benda-benda mati, pepohonan, binatang-binatang melata tunduk kepada-Nya. Ini menunjukkan atas keagungan Allah tabaraka wa ta’ala. Segala sesuatu mengagungkan Allah.
Wahai akhi, agungkanlah Allah dengan mentauhidkan dan mengikhlaskan agama hanya untuk Allah. Dengan inilah seluruh para Nabi ‘alaihimusshalatu wassalam di utus.
Dari perkara yang bisa mengokohkan aqidah tauhid adalah kita mengetahui asma’ (nama-nama) dan sifat Allah. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Dan Allah memiliki nama-nama yang indah maka berdoalah dengannya.” (Al A’raf: 180)
Dan berfirman:
“Dialah Allah yang tidak ada sesembahan yang benar kecuali dia, Dialah Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Al Hasyr: 23)
“Dan Dialah Allah Yang membentuk rupa, Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Segala yang ada di langit-langit dan bumi bertasbih pada-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Hasyr: 24)
Mayoritas manusia terbolak balik dalam memahami tauhid, termasuk asma’ dan sifat Allah, akibat tipudaya para filosof, tipudaya orang-orang Jahmiyyah yang terpengaruh para filosof, Mu’tazilah dan selain mereka. Mereka tertelungkup dalam masalah ini. Sehingga mereka mengingkari istiwa (ketinggian Allah) di atas ‘Arsy dan nama-nama Allah. Jahmiyyah mengingkari nama-nama Allah, sedangkan Mu’tazilah mengingkari sifat-sifat-Nya, ketinggian Allah dan keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya. Hal ini menjerumuskan mereka kepada aqidah hulul dan wihdatul wujud (keyakinan yang menganggap Allah menyatu dengan mahluk-Nya), karena (menurut mereka) mereka mensucikan Allah dari keadaan-Nya di atas alam semesta dan para mahluk-Nya.mereka mengatakan: “Sesungguhnya Allah di setiap tempat.” Dan berkata: “Tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan dan tidak di kiri, tidak di dalam dan tidak pula di luarnya serta tidak, tidak...”
Bisa jadi mereka menyatakan bahwa Allah merupakan sesuatu yang tidak ada, atau menyetu pada segala sesuatu. Ini merupakan puncak pelecehan terhadap Allah Rabb semesta alam. Mereka mengesankan kepada manusia dan pengikut mereka yang jahat, bahwa mereka merupakan orang-orang yang mensucikan Allah. Kenapa? Mereka mengatakan: “Karena kalau kita menetapkan Allah berada di atas ‘arsy, berarti kita menetapkan Dia punya jasad, dan istiwa’ (di atas ‘arsy) berkonsekuensi Allah memiliki jasad, dan -menurut mereka- bisa jadi Allah lebih besar dari pada arsy atau lebih kecil atau juga lebih sangat besar lagi... dan seterusnya. (Semuanya itu adalah) omong kosong. Mereka menafikan dari Allah tajsim (berbentuk jasad) tetapi terjerumus ke dalam ta’thil (menafikan sifat-sifat Allah).
Ahlussunnah mengatakan: “Istiwa (tingginya Allah di atas ‘arsy) sesuai dengan kemuliaan-Nya tidak seperti istiwanya para mahluk (di kursi dan seterusnya).”
Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya (Allah). Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syura: 11)
Ahlussunnah merupaka orang-orang yang Allah beri petunjuk untuk mengambil ayat ini tatkala menusia berselisih paham. Mereka mengambil ayat ini dan ayat lain yang semisalnya sebagai kaidah di dalam iman terhadap asma’ dan sifat serta perbuatan-perbuatan Allah ‘azza wa jala. “Tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya” baik di dalam Dzat-Nya, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. Maka mereka mensucikan Allah dari penyerupaan terhadap para mahluk, dan menetapkan bagi Allah apa yang Dia tetapkan bagi diri-Nya Jalla wa ‘Ala dari nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya sembari mensucikan Allah dari penyerupaan dari para mahluk. Maka ayat tersebut menyatakan: “Tetapkanlah nama-nama dan sifat-sifat Allah ‘azza wa jalla seperti firman-Nya:
“Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dan mereka menafikan tasybih (penyerupaan dengan mahluk) berpatokan kepada firman-Nya:
“Tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya.”
Sesatlah orang-orang musaybbhihah (orang-orang yang menyerupakan Allah dengan mahluk-Nya, ahmad) tatkala mengatakan: “Sesungguhnya Allah mempunyai nama-nama seperti nama-nama kita, punya penglihatan seperti penglihatan kita, dan beristiwa seperti istiwanya kita... dan seterusnya.”
Orang-orang mu’athilah dating seraya menafikan dari Allah Tabaraka wa ta’ala permisalan dengan para mahluk dan tenggelam di dalamnya sampai menjerumuskan mereka untuk menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Sebagian mereka menafikan sifat-sifat Allah dan tidak menafikan nama-nama-Nya. Sebagian mereka menetapkan nama-nama dan menetapkan sebagian sifat-sifat, serta menafikan lainnya, seperti Asy’ariyah.
Yang jelas bahwa perang pemikiran sudah lama datang dari musuh-musuh Islam. Sedangkan gambaran pada benak manusia sekarang bahwa perang pemikiran baru datang pada masa sekarang. Karena apa? Karena mereka tidak mengingkari khurafat-khurafat, kebid’ahan-kebid’ahan dan penta’thilan (pembuangan) sifat-sifat Allah. Mereka tidak menganggap itu semua sebagai kemungkaran, karena ini adalah aqidah mereka. Sehingga mereka terbayang bahwa perang pemikiran baru muncul di masa kini. Kasihan mereka! Mereka datang memerangi negeri tauhid dengan khurafat dan kebid’ahan-kebid’ahan mereka. Ghazwul fikri muncul pada masa Ma’mun, pada masa Jahm bin Shofwan. Sejak saat itulah bermunculan beragam tipu daya terhadap islam. Pertama kali dengan menta’thilkan nama-nama dan sifat-sifat Allah serta mengingkari aqidah-aqidah Islam... dan seterusnya. Dan akhirnya tipudaya itu dilontarkan oleh tangan-tangan orang-orang Sufi dalam perkara tauhidul Ibadah. Dari sanalah timbul penta’thilan asma’ dan sifat-sifat Allah dan pengingkaran sebagian besar aqidah-aqidah islam. Pada puncaknya ahlul kalam mentahrifkan (memaknakan dengan makna yang bathil) La ilaha Illallah, orang-orang Sufi terpengaruh, sehingga klimaksnya timbul kerusakan yang parah yaitu terjatuh pada kesyirikan. Demi Allah, jika engkau pergi ke beberapa negara, niscaya engkau lihat bangunan-bangunan di bangun di atas kuburan, yang dulu orang jahiliyyah tidak mengenal bangunan di atas kuburan.
Pergilah engkau ke sebagian negeri, lihat bangunan (di atas kuburan) dan pohon-pohon yang digantungkan padanya, kain-kain yang diyakini di dalamnyua ada barakah. Engkau lihat kuburan-kuburan, anjing, keledai dan hewan-hewan lain diibadahi dari selain Allah. Ini adalah pelanggaran besar. Dakwah-dakwah politik –demi Allah- melihat hal ini namun justru mengiyakannya. Dakwah-dakwah tersebut keluar sangat jauh dari dakwah danmanhaj para Nabi serta dahwah tauhid. Padahal inilah poros pembicaraan seluruh kerasulan. Mereka (dai-dai politik) pergi sangat jauh ke pertikaian-pertikaian politik dengan nama “Islami.”
Kami membicarakan hal ini bukan untuk mencari muka manusia, kami hanya ingin memberi penerangan kepada orang yang tertipu dengan simbol-simbol ini yang menimbulkan kehancuran kaum muslimin dan tidak memberi manfaat apa-apa. Demi Allah, simbol-simbol ini tidaklah menambah kaum muslimin melainkan bencana. Dan tidaklah menambah di sisi Allah kecuali kerendahan dan kehinaan sampai mereka kembali kepada manhaj para nabi dan aqidah yang benar. Hingga mereka memperbaiki hal itu di sekolah-sekolah, universitas-universitas, rumah-rumah, akal-akal dan ahti-hati mereka. Apabila mereka memperbaiki aqidah-aqidah ini dan amal-amal dibangun di atasnya, maka bergembiralah akan datangnya pertolongan Allah, kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun jika tetap enggan dan tetap memegang simbol-simbol rusak semacam ini, maka demi Allah ummat hanya bertambah rendah dan hina.
Lihatlah tindakan musuh-musuh Islam dan perhatikanlah sikap kaum muslimin. La haula wa la quwwata illa billah. Mereka sekarang sudah mencapai jumlah milyaran, namun seperti buih, buih di lautan kecuali yang Allah beri taufik, karena apa? Demi Allah karena mereka menyia-nyiakan tauhid, maka Allah tidak peduli mau di lembah mana mereka hancur. Mereka di kuasai oleh manusia-manusia yang paling rendah: Orang-orang Yahudi, Hindu dan Nashara. Orang-orang yahudi yang ditimpakan kepada mereka kerendahan dan kehinaan di manapun berada. Demi Allah mereka menghinakan kaum muslimin. Sekarang mereka menginjak-injak kepala kaum muslimin dengan kaki-kaki mereka. Orang-orang hindu lebih rendah dari mereka (Yahudi). Demi Allah mereka melecehkan kaum muslimin. Apa solusinya? Kembali kepada Tauhid. Bagaimana Allah akan menolong kalian, sedangkan berhala-berhala yang ada pada kalian lebih banyak daripada berhala-berhala yang ada pada orang-orang Nashrani dan Yahudi?! Bagaimana Allah akan menolong kalian, sedangkan mayoritas mereka menyakini bahwa para wali mengetahui perkara ghaib dan mengatur alam semesta?! Kalian tunduk bersimpuh kepada mahluk yang lemah, yang membutuhkan bantuan. Mereka adalah orang-orang yang tidak menguasai bagi diri-diri mereka madharat, manfaat, kematian, kehidupan dan kebangkitan. Demi Allah, mereka tidak menguasai bagi diri-diri mereka sedikitpun dari perkara itu.
Tatkala Allah berkata kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
“Katakanlah aku tidak menguasai bagi diriku manfaat, tidak pula bahaya, kecuali apa yang Allah kehendaki.” (Al A’raf: 188)
Maka apa yang engkau inginkan setelah ini? Ucapan ini hak atau bathil? Yang tersirat pada orang-orang kubury (pengagung kuburan) ini mengatakan: “Tidak, ucapan ini tidak benar” –walaupun mereka tidak mendustakannya secara ucapan lisan-, akan tetapi kenyataannya mereka tidak menerima ucapan ini, tidak menerima, bahkan mengatakan: “Para wali bisa menolak madharat dan mendatangkan manfaat, Rasul bisa menolak madharat dan mendatangkan manfaat.” Ya akhi jadi engkau menentang Al Qur’an apabila aqidahmu demikian. Apabila engkau meyakini hal ini. Sedangkan Allah mengkafirkan perbuatan ini. Dia berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku tidak menguasai bagi kalian madharat tidak pula petunjuk.” (Al Jin: 21)
Apa yang engkau inginkan? Tidak menguasai bagi dirinya, orang lain, putrinya, tidak pula yang lainnya. Beliau bersabda kepada mereka:
“Aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah.”
Beliau berkata:
“Hai Bani Abdi Manaf, hai sekalian orang-orang Quraisy, -atau kaliamt semisal ini- belilah diri-diri kalian. Aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah. Wahai Bani Abdi Manaf aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah. Wahai Abbas bin Abdul Mutholib, aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah. Wahai Shafiyah bibi Rasulullah, aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah. Wahai Fathimah bintu Rasulullah, mintalah harta kepadaku sekehendakmu, aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam Tafsir bab Wa andzir ‘Asyirataka wal aqrabin No. 4771 dan Muslim di dalam Al Iman bab Wa andzir ‘Asyirataka wal Aqrabin No. 206 dan lain-lain)
Apa yang engkau inginkan setelah ini? Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam untuk mengatakan:
“Tidaklah aku ini melainkan hanya seorang pemberi peringatan dan pemberi kabar gembira bagi kaum yang beriman.” (Al A’raf: 188)
Dan berfirman:
“Aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang sangat jelas.” (Asy Syu’ara’: 115)
Inilah kepentinganku. Allah mewahyukan kepadaku dan aku menyampaikannya. Aku memberitakan kabar gembira dengan surga bagi oran-orang beriman dan memperingatkan orang-orang kafir dari neraka. Inilah yang aku miliki dan aku mampu. Adapun menolak madharat, mendatangkan manfaat, memberi kebahagiaan, mecelakakan, memberi petunjuk, dan menyesatkan maka seluruhnya hanya bagi Allah Rabb semesta alam.
“Jika aku mengetahui perkara ghaib, niscaya aku akan memperbanyak kebaikan.” (Al A’raf: 188)
“Kakanlah: Aku tidak mengatakan kalian di sisiku ada perbendaharaan Allah dan aku tidak mengetahui yang ghaib serta aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa aku seorang malaikat.” (Al An’am: 50)
Apa yang engkau inginkan setelah keterangan ini? Apa gunanya keterarangan ini bagi kaum muslimin di hari-hari ini? Datang para da’i kejelekan dan para da’i pembawa fitnah berupaya menyimpangkan tauhid dan dalil-dalilnya. Demi Allah berupaya menyipangkan. Menurut pandangan mereka, tauhid memecah belah ummat. Mereka nyatakan dengan lisan, baik tersirat maupun tersurat: “Apabila kita menyeru kepada Tauhid, siapa yang akan datang mendatangi kami? Kami ingin sampai ke kursi, apabila kami mengatakan: Tauhid, Tauhid, maka manusia lari dari kami, sehingga kami tidak sampai (ke kursi kekuasaan). Kami ingin mempersatukan manusia. Orang Rafidhah saudara kami, orang Nashrani saudara kami, Khurafy Kubury saudara kami, dan seluruhnya saudara kami, hingga kami cepat sampai ke kursi. Baiklah, mereka sampai, lalu apa yang mereka perbuat? Persatuan agama dan muktamar persatuan agama-agama dan selainnya. Ini cukup bagi kalian.
Bahwasanya tatkala jamaah-jamaah yang menyeru kepada kursi-kursi ini hendak menampakkan apa yang diharapkan oleh manusia, mereka tidak memberimu penerapan syariah, tidak pula akidah, namun justru membangun gereja-gereja, kuburan-kuburan, dan mendeklarasikan muktamar penyetuan agama. Para politikus itu berkumpul, tiap bangsa dan negeri ikut serta dalam muktamar persatuan agama-agama. Ini menunjukkan bahwa dakwah-dakwah ini rusak dan jelek dasarnya, misi dan visinya. Apabila mereka telah mnecapai yang diinginkan, maka berputarlah punggung-punggung mereka dari syiar-syiar Islam yang dulu mereka serukan.
Permisalan-permisalan ini bisa disaksikan dan dirasakan. Demi Allah, pemuda-pemuda tauhid di kalangan kita tidak mengingkari perkara-perkara ini, karena apa? Karena sudah dirubah akal dan pikiran mereka. Aku tidak mendengar pengingkaran mereka terhadap arogansi para politikus ini. Berulang kali permainan semacam ini terjadi di beberapa negeri. Namun engkau tidak mendengar pengingkaran dari para politikus yang masih ada sedikit kebenaran pada agama dan interaksi mereka terhadap seruan-seruan politik semacam ini walaupun menyeru kepada persatuan agama-agama, pembangunan gereja-gereja, dan kuburan-kuburan. Walaupun dan walaupun. Inilah pelajaran. Seorang yang jujur dan ikhlas dalam agamanya, apabila dia tertipu kemudian jelas baginya ternyata orang tersebut mengajak kepada kehancuran, dia akanmneghindarinya dan akan berjalan diatas jalan islam. Adapun kalau engkau terus mengikutinya, menutupi aib-aibnya, dan membela (kesalahan-kesalahannya), ini adalah kesalahan.
Dakwah-dakwah yang semacam ini, bukan dakwah para nabi –ia (dakwah para nabi) mengatakan: “Tauhid didahulukan.” Tapi dia mengatakan: “Politik terlebih dahulu. Ekonomi, tasawwuf dan khurafat terlebih dahulu.” Hal ini tidak ada nilainya. Dari dakwah-dakwah ini, kaum muslimin hanya mendapatkan kematian, kehancuran dan kesia-siaan. Kehidupan yang baik dan bahagia di dunia maupun di akherat terletak pada tauhid, di atas makna La ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Jika demikian Allah akan menolong, memuliakan dan memberikan kewibawaan kepada kita masih juga melanjutkan jalan yang digariskan para penyeleweng, para kuburiyyun dan khurafiyun, maka demi Allah kita hanya menunggu dari Allah kerendahan dan kehinaan.
“Barangsiapa yang direndahkan oleh Allah, maka tidak ada yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.” (Al Hajj: 18)
Aku mencukupkan sampai disini, aku meminta kepada Allah tabaraka wa ta’ala untuk mempersiapkan para dai yang jujur dan ikhlas sehingga memuliakan dakwah para nabi dan menyeru kepadanya, mengorbankan jiwa dan raga, yang mahal maupun yang murah untuk meninggikan kalimat La ilaha illallah, dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kaum muslimin dengan adanya mereka, mengangkat keadaan kaum muslimin dan mengembalikannya ke jaman keemasannya, yang Allah memuliakan, mengangkat serta menjadikan mereka sebagai pimpinan-pimpinan ummat dan sebagai sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia, tidaklah mereka mendapatkan kecuali dengan memurnikan La ilaha illallah Muhammad Rasulullah, beramar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah. Aku memohon kepada Allah agar menjadikan kami dan kalian termasuk mereka. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para shahabatnya.